Secuil Cerita Bulan Ramadhan di India - Bagian I

April 22, 2020


Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan 1441 H. Walaupun Ramadhan kali ini hadir ditengah-tengah wabah pandemi Corona, mudah-mudahan tidak menyurutkan semangat kita dalam beribadah. Sebagai pembuka bulan penuh berkah ini saya ingin berbagi sedikit cerita tentang bagaimana sih rasanya Ramadhan di India. Mungkin jika teman-teman adalah pembaca setia Paspor Kuliah maka kalian akan tahu bahwa admin sudah melewati lima kali Ramadhan di India. Durasi yang tidak pendek namun belum lama-lama juga.

Dua tahun pertama di India saya menjalani Ramadhan di Delhi sedangkan tiga tahun berikutnya di Hyderabad. Secara umum puasa di Hyderabad dan Delhi tidak ada bedanya. Namun karena saat di Delhi fokus saya kebanyakan untuk bekerja di KBRI dan di Hyderabad fokus untuk kuliah sehingga pengalaman yang saya jalani selama puasa di kedua kota tersebut cukup berbeda.

Ramadhan di Ibu Kota

Menurut saya puasa di Delhi jauh lebih berat dari pada di Hyderabad. Suhu udara yang jauh lebih panas dan siang yang lebih panjang membuat ramadhan di Delhi terasa lebih menantang. Sama seperti di Hyderabad, Bulan Ramadhan di Delhi juga selalu jatuh tepat saat puncak musim panas atau summer. Sehingga suhu udara bisa mencapai 46-47 derajat. Karena Ramadhan selalu hadir saat puncak musim panas, maka matahari akan terbit lebih awal dan terbenam lebih akhir atau dengan kata lain siang yang lebih panjang dari biasanya. Sebagai anak kos hal ini sangat menantang apalagi saat itu saya masih jomblo dan memang tinggal sendirian :D 

Jam sahur biasanya dimulai pukul 03.00 namun karena di kosan saya tidak punya kulkas dan makanan cenderung cepat basi saat musim panas jadi saya tidak bisa stok makanan untuk sahur. Alhasil saya selalu bangun lebih awal yaitu pukul 02.00 untuk memasak nasi dan membuat lauk. Saat itu saya hanya bermodal satu kompor gas yang digunakan bergantian untuk memasak nasi lalu memasak lauk seadanya. Bisa gak sih order online makanan di India? Ramadhan di Delhi saya jalani pada tahun 2014 dan 2015. Saat itu aplikasi pemesanan makanan secara online belum tersedia. Walaupun saat itu sudah ada Uber dan Ola (aplikasi  taksi online milik India) namun pelayanan mereka masih sebatas  untuk transportasi saja. Untuk sahur sendiri biasanya saya hanya memasak yang mudah saja seperti telur dan tumis sayur. Jika lagi ada rezeki saya bisa makan tempe T_T

Saya akan mulai menyantap sahur pada pukul 03.00 ditemani streaming kajian di Youtube. Walau di India masih jam 03.00 tapi di Indonesia sudah jam 04.30 jadi biasanya siaran kajian pagi sudah ada. Kurang lebih pukul 03.30 saya sudah selesai menyantap sahur. Pukul 03.30 lebih dikit azan Subuh sudah berkumandang. Tentu saja azan dari aplikasi Muslim Pro ya, bukan kumandang azan dari masjid. Kalau dipikir-pikir memang sih kedengarannya membosankan sekali Ramadhan di Delhi. Tidak meriah. Tidak terasa istimewa. Namun walau demikian, hal itu tidak terlalu saya rasakan. Intinya sih jalani saja biar jadi pengalaman. Kalau tinggal bareng-bareng dengan teman Indonesia yang lain biasanya momen Ramadhan akan terasa lebih hidup. Karena saya tinggal sendirian dan jauh dari teman Indonesia yang lain Ramadhan  memang seakan terasa tidak meriah. 

Kemeriahan bulan Ramadhan lebih terasa saat ada kegiatan buka bersama atau open house di KBRI. Menu berbuka puasa di KBRI selalu menu khas Indonesia. Disinilah biasanya kesempatan anak-anak kos Delhi dan sekitarnya bisa menikmati santapan khas nusantara yang tidak akan ditemukan di belahan India manapun. Rendang, soto, aneka jajanan pasar, es cendol menjadi pengobat rindu sejenak akan makanan Indonesia. Jika banyak makanan yang tersisa biasanya para mahasiswa boleh membungkus makanan untuk dimakan dirumah. Saya sendiri memaknai buka bersama di KBRI juga sebagai temu kangen dengan teman-teman mahasiswa. Sebab pada hari kerja interaksi saya dengan orang Indonesia lain hanya sebatas pekerjaan.

Jika sedang tidak lembur maka saya akan pulang ke kos sebelum maghrib. Saya akan sampai di kos sekitar pukul 17.30. Sesampainya di kos saya langsung mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa. Untuk berbuka saya selalu memasak nasi dan lauk seperti layaknya untuk sahur. Jika di kosan ada buah maka saya akan makan dengan buah. Buka puasa saya memang kedengerannya sangat sederhana. Tidak seperti teman-teman lain yang tinggal bersama-sama biasanya mereka akan masak takjil bareng-bareng dan membuat camilan berbuka. Saya pribadi sebetulnya ingin sekali memasak makanan yang bervariatif untuk berbuka namun karena sepulang kerja saya selalu kecapekan, ditambah suhu yang sangat panas dan dikosan saya hanya ada kipas angin jadi saya selalu memasak makanan yang langsung mengenyangkan.

Bagi yang punya uang biasanya akan membeli cooler atau semacam penyejuk ruangan. Cara kerjanya adalah dengan diisi air kemudian air akan menyembur keluar bersama dengan angin sehingga angin yang dihasilkan lumayan sejuk. Sedangkan kipas angin hanya membuat ruangan menjadi berangin namun anginnya tetap saja panas T.T

Azan maghrib biasanya berkumandang pada pukul 19.30. Kalau di Indonesia jam segitu biasanya udah pada sholat taraweh tapi di Delhi baru mulai buka puasa. Hal itu sangat wajar karena saat puncak musim panas matahari akan terbenam lebih mundur dari biasanya. Setelah berbuka puasa yang mengenyangkan, saya akan mandi dan sholat maghrib sembari menunggu isya. Waktu sholat isya biasanya dimulai hampir pukul 20.30. Bisa dibayangkan betapa ngantuknya kalau mau sholat isya dan terawih :D

Mungkin teman-teman akan ada yang berfikir apakah di India ada sholat terawih berjamaah? Tentu saja ada. Namun di India pada umumnya perempuan tidak boleh sholat di masjid. Jadi sholat terawih berjamaah di masjid hanya dihadiri oleh para laki-laki. Saya tidak terlalu paham dengan Islam di India namun secara umum yang saya rasakan Islam di India dengan di Indonesia cenderung berbeda. Saya sering sharing dengan suami saya yang kebetulan lulusan Universitas Al Azhar, Mesir beliau mengatakan bahwa Islam di India cenderung menganut Mazhab Hanafi sedangkan di Indonesia sendiri mayoritas bermazhab Syafi'i. Beberapa perbedaan yang saya amati kebanyakan memang hal-hal pada ranah fikih misal seperti perempuan muslim wajib bercadar, perempuan tidak boleh sholat di masjid, bahkan ada beberapa perbedaan juga dalam pelaksanaan sholat Idul Fitri, dan pelaksanaan akad nikah.

Namun secara umum, menurut pengalaman pribadi saya, Islam di India cenderung lebih ketat dari pada di Indonesia. Hal-hal yang bersifat biasa di Indonesia bisa jadi tidak umum dilakukan di India. Mungkin karena saya adalah orang Indonesia yang sudah terbiasa dengan Islam ala Indonesia yang cenderung humanis jadi saya merasa itu cukup ketat. 

Cerita Ramadhan bagian I saya akhiri dulu sampai disini. Pada bagian dua insyaAllah saya akan membagikan pengalaman berpuasa saya di Kota Hyderabad, salah satu kota dengan penduduk muslim terbanyak di India. Mudah-mudahan kita tetap bersemangat dan lancar menjalani puasa ditengah pandemi ini. Aamiin. 



Share this :

Latest
Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔