Sebenarnya saya tidak terlalu tertarik untuk menulis pengalaman saya belajar sains di India, namun karena beberapa bulan belakangan ini banyak sekali inbox yang masuk melalui Facebook saya menanyakan masalah sistem belajar science di India jadi saya putuskan untuk membagi pengalaman saya supaya saya tidak mengulang-ulang jawaban yang sama. Pengalaman juga merupakan sebuah ilmu, bukan? Dan saya juga tidak ingin dianggap sebagai orang yang menyembunyikan ilmu. Pengalaman belajar yang saya tuliskan murni berdasar pengalaman pribadi saya sendiri, jadi tidak bisa di generalisasikan bahwa kondisi belajar mengajar sains di semua universitas di India akan sama dengan yang saya alami. Itulah kenapa tulisan ini saya beri judul Pengalaman Belajar Sains di Delhi University, bukan pengalaman belajar sains di India.
Menjadi seorang
mahasiswa sains di India merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi saya karena
seperti yang kita tahu bahwa India sudah jauh lebih maju dari pada Indonesia
dalam hal pengembangan sains dan teknologi. Delhi
University, adalah salah satu universitas terbaik di India setelah IIT.
Menyandang gelar sebagai salah satu universitas terbaik bukan berarti semua
mudah, namun tidak berarti pula segalanya sulit.
Walau jurusan saya lebih
mengarah kepada ilmu biologi, namun di tahun pertama saya mendapatkan mata
kuliah kimia, matematika, dan fisika jadi saya sedikit banyak tahu seperti apa
gambaran pendidikan sains untuk kimia, matematika, dan fisika. Di India
sendiri, jurusan sains merupakan jurusan yang bisa dibilang keren namun bisa
juga dibilang horor. Hampir semua orang India yang kenalan dengan saya dan
mengetahui bahwa saya belajar di jurusan Microbiology,
rata-rata mereka kaget dan bilang “Wow..” , “Really??”.. “Oh God!!” , “Masya
Allah..” dan biasanya langsung menginterogasi, “Kenapa kamu suka sains?” , “Kamu
sehari belajar berapa jam?”, “Kamu pasti kutu buku ya..”. Namun pernah juga
saya bertemu dengan mahasiswa Commerce di Delhi University, dia justru
ekspresinya seperti orang ingin muntah ketika tahu saya di Microbiology. Sebenarnya di India, Microbiology bukan termasuk
katagori Science, melainkan Medical Section. Jurusan yang termasuk Science
adalah jurusan Biology, Chemistry, Mathematics, dan Physics. Untuk Medical
Section adalah Microbiology, Botany, Zoology, Biomedical Science, Anatomy &
Physiology, dan lain sebagainya.
Kondisi perkuliahan
dikelas saya rasa sama seperti perkuliahan di Indonesia. Dosen menjelaskan lalu
mahasiswa mencatat. Untuk praktikum sendiri layaknya praktikum di laboratorium,
menggunakan mikroskop. Salah satu yang menjadi kendala saya dalam belajar sains
di India adalah, bagaimana saya harus bisa menjelaskan suatu teori dalam sains yang sebenarnya saya
tau namun saya sedikit kebingungan ketika harus menjelaskannya dalam scientific English. Di Indonesia
pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia, dan sejak kuliah di India saya pun
baru menyadari bahwa semua istilah sains - pun sudah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia juga. Contoh sederhana adalah, dalam matematika kita belajar
tentang Turunan, dalam bahasa inggris matematika disebut dengan Differentiation. Ketika praktikum pun
saya kadang bingung ketika dosen menyebutkan nama instrumen laboratorium, misal
di Indonesia kita biasa menyebut dengan tabung reaksi, dalam bahasa inggris
disebut Test Tube. Bejana Erlenmeyer disebut dengan Conical Flask, gelas
preparat disebut Slides, tutup preparat disebut dengan Cover Slip gelas piala
disebut dengan Volumetric Flask, cawan petri disebut Petri Dish, dan lain
sebagainya. Untuk istilah Alkana, Alkena, dan Alkuna dalam scientific
English disebut Alkenes, Alkanes,
Alkynes. Bagi mahasiswa Indonesia seperti saya yang kuliah S1 di India untuk
tahun pertama banyak sekali penyesuaian yang harus saya lakukan terutama dalam
hal scientific English. Karena selama di SMA pun pembelajaran bahasa Ingris
lebih ditekankan dalam Speaking, Reading, Writing, Grammar dan mungkin hampir
tidak pernah diajarkan tentang scientific English.
Saat ujian akhir
rata-rata yang saya tulis di lembar jawab paling sedikit 24 halaman. Pertanyaan
sebetulnya simpel, hanya diminta menjelaskan tentang genus Paramecium. Untuk standar di Indonesia jika saya diminta
menjelaskan tentang Paramecium mungkin
saya hanya akan menulis “Paramecium
adalah adalah protista mirip hewan. Termasuk dalam bakteri eukariotik karena
mempunyai selubung inti. Paramecium berbentuk seperti sandal mempunyai alat
gerak yang disebut silia dan berkembang biak dengan membelah diri dan dengan
konjugasi. Contoh genus Paramecium
adalah P. caudatum.” Namun untuk
standar di India ketika kita diminta untuk menulis tentang Paramecium maka kita harus mendeskripsikan mikroorganisme tersebut
dengan sangat mendetail. Kita harus menuliskan klasifikasi nya terlebih dahulu
(kingdom, phylum, class, order, family, dan genus) lalu kita uraikan secara
rinci mengenai anatominya, fisiologinya, nutrisi nya, mobilisasi nya, siklus
hidup nya, jika memungkinkan kita harus bisa menggambar anatomi mikroorganisme
tersebut beserta bagian tubuh nya yang telah diberi keterangan untuk
masing-masing organ dan dijelaskan fungsi masing-masing organ tersebut.
Untuk ujian praktek ada
2 macam, ujian praktek di laboratorium dan ujian wawancara atau disebut dengan viva. Saat ujian di lab kita diminta
untuk mengamati mikroorganisme yang telah disediakan lalu menuliskannya seperti
format laporan praktikum. Untuk ujian praktek di lab biasanya hanya menulis 6
halaman saja. Lalu untuk ujian wawancara atau viva kita akan ditanya tentang hasil pengamatan saat ujian lab
sebelumnya dan akan diberi beberapa pertanyaan. Untuk viva biasanya yang
menguji adalah professor Delhi University yang memang ahli di bidang tersebut.
Jadi tidak heran jika ada mahasiswa yang sampai menangis dan speechless saat ujian viva.
Comments
Post a Comment