PENGALAMAN TES IELTS DADAKAN

September 05, 2019 6 Comments

Kali ini saya ingin bercerita agak panjang tentang ujian yang saya hadapi beberapa minggu yang lalu. Tepat pada tanggal 17 Agustus 2019 dimana semua orang merayakan kemerdekaan dengan berbagai macam lomba saya merayakannya dengan ujian.  Tulisan ini akan saya buat agak detail karena saya betul-betul ingin berbagi pengalaman mulai dari pre-, during, dan post-test. So, you might wanna grab some snacks and enjoy reading :)

Alasan Memilih IELTS
Sejak masih di India saya memang selalu ingin merasakan tes Bahasa Inggris yang beneran. Terakhir saya mengikuti tes sekitar lima tahun yang lalu sebelum saya berangkat ke India. Itupun hanya TOEFL ITP. Saya memilih IELTS ketimbang TOEFL IBT melalui beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah untuk IELTS biasanya dilakukan dengan paper-based yang artinya kita akan menuliskan jawaban pada kertas yang sudah disediakan dengan menggunakan pensil (walaupun belum lama ini sudah ada computer-based IELTS namun belum terlalu popular). Sedangkan untuk TOEFL IBT semua kegiatan ujian dilakukan dengan computer. Saya adalah tipe yang lebih senang menulis dengan tangan ketimbang megetik. 

Pertimbangan terbesar memilih IELTS adalah speaking test nya. Untuk IELTS, saat speaking session kita akan langsung berhadapan dan ‘ngobrol’ dengan penguji sedangkan untuk TOEFL IBT kita akan ‘ngobrol’ dengan komputer. Saya pribadi lebih senang diuji oleh penguji langsung karena jika ada pertanyaan yang sekiranya kurang jelas saya bisa meminta penguji untuk mengelaborasi atau mengulangi pertanyaan. Meminta penguji untuk mengulangi atau menjelaskan maksud pertanyaan tidaklah masalah dan tidak akan mengurangi nilai. Terkait speaking test akan saya jelaskan juga pada tulisan ini.

Mendaftar Ujian IELTS
Saya pribadi sebetulnya nyaris tidak percaya bisa mendapatkan rezeki kesempatan dan materi untuk mengikuti ujian IELTS ini. Awalnya saya berencana untuk ikut TOEFL ITP saja karena jauh lebih murah (Rp 550.00) dan toh saya niatnya mau kuliah di dalam negeri jadi kayaknya sayang kalau kuliah di dalam negeri saja pake IELTS karena pake TOEFL ITP saja boleh. Untuk biaya tes IELTS sendiri 2.9 juta rupiah. Jadi bisa dibayangkan sendiri perbedaannya.

Ada dua lembaga resmi penyelenggara tes IELTS yaitu IDP dan British Council. Saya mulai membuka website IDP mencari jadwal ujian untuk wilayah Yogyakarta. Ternyata jadwal ujian untuk bulan Agustus sudah fully booked. Kemudian saya membuka website British Council Indonesia dan Alhamdulillah masih ada kursi kosong untuk ujian tanggal 17 Agustus. Awalnya saya agak bimbang mau ambil atau tidak karena saya mendaftar pada tanggal 10 Agustus. Itu artinya saya hanya ada waktu belajar satu minggu. Namun akhirnya ‘ah sudahlah daftar dulu saja buat booking kursinya sebelum diambil orang’. Benar saja, setelah saya daftar, kuota untuk ujian tanggal 17 Agustus habis. Deg. Batin saya ‘berarti aku pendaftar terakhir dong’.
 
Untuk pendaftaran ujian di British Council awalnya kita harus membuat akun di website British Council dengan email aktif kita. Setelah itu kita akan diminta untuk mengisi formulir yang cukup panjang. Salah satu hal yang membuat saya berani booking dulu kursi ujian adalah setelah pendaftaran online kita diberi waktu maksimal tiga hari untuk melakukan pembayaran. Jika lebih dari tiga hari kita tidak melakukan pembayaran maka slot akan dirilis lagi.  Selama tiga hari itu benar-benar saya gunakan untuk berkontemplasi dan menimbang-nimbang jadi atau tidak jadi. Alhamdulillah karena ada jalan dan ridha orang tua akhirnya pada hari ketiga bismillah saya lunasi pembayaran dengan transfer melalui m-banking. Bukti pembayaran kemudian saya submit di akun. Setelah 3 hari saya mendapat email dari British Council Indonesia terkait jadwal dan lokasi ujian. Lokasi ujian adalah di ballroom Hotel Harper. Ujian dilakukan dari jam 9 pagi sampai jam 12. Sedangkan untuk jadwal speaking saya kebagian sehari setelah ujian yaitu tanggal 18 Agustus jam 10 pagi. 

Persiapan Ujian IELTS
Berhubung  persiapan hanya satu minggu, saya benar-benar gunakan untuk melatih skill kebahasaan yang menurut saya kurang menguasai; listening session. Secara umum sebetulnya saya tidak ada masalah atau kendala untuk listening ataupun British accent, yang membuat saya harus melatih listening adalah karena saya bukan orang yang detail-oriented. Saya tipikal big-picture person, meaning  saat membaca, mendengar, atau melihat permasalahan cenderung melihatnya sebagai satu kesatuan ide utuh ketimbang memperhatikan detail dan tetek bengeknya yang bisanya malah bikin rumit. Sehingga saat listening, saya harus belajar untuk fokus dan memperhatian setiap kata yang saya dengar, yang mana menurut saya itu cukup melelahkan karena selama 40 menit harus betul-betul membuang segala distraksi dan fokus harus pada listening saja.

Hal pertama yang saya lakukan untuk persiapan adalah membeli buku. Niatan saya saat itu adalah membeli buku IELTS Cambrige, namun ternyata sangat sulit mendapat buku itu. Entah kenapa. Hampir semua buku latihan IELTS yang saya temui adalah terbitan Indonesia dimana listening practice nya orang Indonesia. Setelah mengunjungi beberapa toko buku akhirnya saya mendapatkan modul IELTS terbitan Barron. Saya kurang tahu apakah modul Barron bagus untuk IELTS karena sependek yang saya baca Barron lebih recommended untuk TOEFL. Tapi ya sudah lah ya sudah kepepet kok. Lol. 

Saya menargetkan untuk menyelsaikan semua listening practice pada buku selama tiga hari. Selama tiga hari itu, pagi, siang, dan malam hanya saya gunakan untuk latihan listening. Tiga hari selanjutnya saya gunakan untuk latihan reading dan writing.

Latihan reading saya gunakan untuk memperbanyak skimming bacaan. Sangat tidak disarankan untuk membaca setiap kata pada ujian reading karena waktu kita hanya akan habis untuk membaca.

D-day IELTS Test
Ujian dimulai pagi hari pukul 9 hingga 12 siang sehingga sangat dianjurkan untuk sarapan terlebih dahulu. Saya siap-siap lebih pagi agar bisa santai ngeteh atau ngopi dulu dirumah untuk menenangkan pikiran supaya santai di perjalanan dan tidak grogi. Saya sampai di ballroom Hotel Harper pukul 7.30 dan ternyata sudah cukup banyak yang hadir dan menunggu di waiting room. Saya lihat ke kanan kiri dan agak ciut ketika banyak peserta ujian yang masih belajar dan membaca di momen last minutes tersebut.

Saya sebetulnya agak khawatir dengan diri saya sendiri saat itu karena sejak satu minggu hingga D-day ujian saya merasa santai. Sejujurnya saya ingin merasa sedikit grogi dan sedikit khawatir demi untuk memacu semangat belajar. Saya sudah berusaha memunculkan perasaan tersebut dengan mengingat-ingat betapa mahalnya ujian ini. Namun perasaan pasrah dan mindset ‘jalani aja lah’ lebih mendominasi. Tes ini memang sangat dadakan buat saya apalagi saya masih dalam momen menikmati istirahat dirumah setelah lima tahun di India kuliah dan bekerja dan baru pulang bulan Juli kemarin. Intinya saya masih males mikir.

Saya ngobrol dengan beberapa peserta. Ada yang sudah mendaftar ujian sejak dua bulan yang lalu, ada yang sudah beberapa kali ikut tes IELTS, ada juga yang sampai jadi musafir dari Jawa Tengah ke Jogja demi ikut ujian IELTS. Ada juga yang sudah kursus IELTS sampai ke Pare. Di momen tersebut saya merasa usaha saya gak ada apa-apanya dibandingkan peserta lainnya. Disitulah saya mulai grogi.

Sebelum masuk ke ruang ujian semua peserta wajib melakukan daftar ulang dengan menunjukkan ID card yang digunakan untuk mendaftar online. Saat daftar ulang kita juga akan diminta untuk pemindaian sidik jadi dan foto. Setelah selesai daftar ulang setip peserta akan diantar oleh pengawas ujian menuju tempat duduk. Segala macam elektronik termasuk jam tangan harus disimpan dalam tas dalam kondisi non-aktif. Semua tas akan dikumpulkan di tempat yang sudah disediakan. Hanya ID card yang boleh dibawa bersama peserta selama ujian. Perlengkapan menulis seperti pensil dan penghapus sudah disediakan diatas meja. Bahkan air minum botol juga sudah disediakan di meja masing-masing.

Listening Section – Terdapat empat bagian dan 40 butir pertanyaan pada sesi ini. Bagian pertama adalah dialog sederhana antara dua orang dengan topic kehidupan sehari-hari. Bagian kedua adalah monolog dengan topik kehidupan sehari-hari. Saya betul-betul tidak ingat dengan topik listening untuk sesi pertama dan kedua. Untuk bagian ketiga adalah percakapan oleh dua orang atau lebih dengan topic yang berkaitan dengan akademik. Saya mendapatkan topic tentang dua orang mahasiswa yang sedang membahas langkah-langkah dalam melakukan penelitian. Sesi terakhir adalah monolog yang berkaitan dengan topic akademik.  Saya mendapat topic tentang salah satu tumbuhan Indonesia, tidak disebutkan nama Indonesianya, hanya disebutkan nama ilmiahnya saja. Jawaban biasanya hanya berupa huruf, angka, atau frasa yang tidak lebih dari tiga kata. Sesi ini memakan waktu sekitar 30 menit. Setelah itu kita diberi waktu tambahan 10 menit untuk memindahkan jawaban dari boklet pertanyaan ke lembar jawab. Itu yang saya suka dari paper-based, bisa corat coret kertas soal nya :D

Kendala saya saat sesi ini adalah speaker atau sound system yang menurut saya kurang jernih. Ketika berlatih dirumah saya merasa tidak ada kendala dan bisa mengerjakan semua listening practice hanya dengan mendengarkan rekaman dari handphone. Namun di ruang ujian ada beberapa speaker yang cukup besar yang menyebabkan suara akan cenderung memantul ke tembok dan menggema.

Reading Section – saya tak menyangka sesi ini akan lebih melelahkan dari pada sesi listening. Semua bacaan pada reading practice di buku Barron tak sepanjang saat tes sunguhan. Bahkan panjang bacaan saat tes beneran bisa sampai 2x panjang bacaan di buku latihan hiks L. Pantas saja kok saat latihan satu teks bisa saya selesaikan kurang dari lima menit.

Sesi ini memakan waktu sekitar 60 menit. Kedengarannya cukup banyak waktu yang diberikan namun prakteknya saya merasa itu sangat pendek. Sumber bacaan yang diambil biasanya dari buku, koran, atau jurnal dengan topic yang agak berat atau ilmiah namun masih memungkinkan dipahami oleh kalangan umum. Ada 3 teks bacaan dengan total pertanyaan 40 butir. Sangat disarankan untuk menyelsaikan satu teks dan pertanyaannya selama 20 menit. Dalam 20 menit, 10 menit usahakan untuk membaca dan sisa 10 menit untuk menjawab pertanyaan yang jumlahnya sekitar 10-13 butir. Tingkat kesulitan bacaan akan semakin meningkat jadi betul-betul saya patuhi saran tersebut. Selesai tidak selesai kalau sudah habis 20 menit saya akan langsung pindah ke bacaan selanjutnya. Jangan berfikir untuk ‘mencuri’ waktu di 20 menit kedua untuk menyelesaikan bacaan pertama karena nantinya akan membuat kita semakin keteteran. 

Tips dari saya untuk sesi ini adalah kuasai teknik membaca cepat (skimming dan scanning). Saya pribadi merasa beruntung karena selama di India selalu menggunakan teknik ini untuk belajar persiapan ujian. Karena teknik ini lebih bertujuan untuk memahami gagasan pokok teks dalam waktu singkat, sehingga sangat mungkin sekali kita melewatkan detail penting pada bacaan. Hal tersebut saya antisipasi dengan menggaris bawahi dengan cepat frasa atau kata penting. Menggaris bawahi frasa atau kata sangat membantu saat menjawab pertanyaan agar kita perlu membaca kembali bacaan. Kita tidak perlu lagi membaca sebuah paragraph dari awal hanya untuk mencari detail. Cukup lihat saja frasa atau kata yang bergaris bawah. Tidak masalah jika boklet kita penuh dengan garis bawah. Hal tersebut masih tetap lebih praktikal dari pada kita kebingungan dimana letak jawaban yang kita cari dengan membaca lagi paragraph atau bacaan dari awal.Saya sangat menghindari membaca ulang paragraph apalagi teks agar setelah selesai membaca kita tinggal fokus menjawab dan sesekali menilik detail yang sudah saya garis bawahi. Sangat membantu juga untuk membaca pertanyaan sebelum membaca teks.

Strategi ini saya pikirkan dan lakukan setelah saya menyadari pada bacaan pertama bahwa 10 menit tidak cukup untuk membaca teks sepanjang 1.5 nyaris 2 halaman A4 dengan spasi 1. Sesi ini pun menjadi sesi paling sulit buat saya karena saya berekspektasi bahwa bacaan yang akan disuguhkan akan mirip seperti yang saya pelajari di buku latihan. Dimana di buku Barron saya bisa selesai membaca dan menjawab pertanyaan 10-15 menit.

Saya merasa lelah setelah mengerjakan reading section. Ada waktu istirahat tidak lebih dari 10 menit yang bisa digunakan untuk minum atau ke toilet. Saya gunakan waktu tersebut untuk minum dan tepar di meja setelah satu jam mata menegang XD

Writing Section – belum tuntas penat pengawas ujian sudah membagikan lagi booklet dan lembar jawab untuk writing test. Ada 2  butir soal dan waktu yang diberikan adalah 60 menit. Disarankan untuk mengerjakan writing test bagian pertama selama 20 menit dan bagian kedua 40 menit. Bobot soal bagian kedua 2x lebih besar dari bobot soal pertama. 

Bagian pertama adalah mendeskripsikan sebuah tabel tentang besaran pendapatan masyarakat Inggris berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Bagian kedua adalah menulis teks argumentative dengan topik food packaging di supermarket. 

Tantangan saya pada sesi ini adalah lagi-lagi karena selama kuliah di India saya sudah tebiasa menulis jawaban hingga 25 halaman. Jadi saat tes IELTS saya harus lebih berfokus pada bagaimana menulis topic yang sangat umum tidak lebih dari 2 atau 3 halaman. Fokus saya saat ujian menulis adalah membuat tulisan yang isinya padat dengan kosa kata yang lebih variatif dan fancy serta sesedikit mungkin pengulangan kata. 

Namun ya bagaimana lagi yak, insting menulis berlembar-lembar selalu membara ketika melihat soal esai. Dan saya sama sekali tidak berlatih untuk writing karena menurut saya writing dan speaking itu kakak-adek. Keduanya harus dilatih dan dibiasakan dan prosesnya tidak sebentar. Jadi saya pikir kalau mau latihan writing dan speaking dadakan ya itu tidak akan terlalu membantu saat ujian. Alhasil karena tidak latihan writing, saya satu-satunya peserta yang minta additional answer sheet saat writing section. Itu bukan menyombongkan diri, tapi justru karena saya kurang terlatih membuat tulisan yang padat. Bukan berarti tulisan saya ngelantur atau out of topic yang membuatnya menjadi panjang, tapi saat menulis entah kenapa saya cenderung sangat detail. 

Speaking Section – saya kebagian jadwal sesi speaking di hari selanjutnya. Ujian speaking pukul 9.30 dan saya sudah harus ada di waiting room 30 menit sebelumnya. Saya satu-satunya peserta di waiting room. Saya pikir saya peserta terakhir namun ternyata setiap peserta memang mendapat jam speaking test berbeda disesuaikan dengan gilirannya. Hal tersebut untuk menghindari keramaian saat ujian berlangsung.

Setelah peserta di dalam ruang ujian keluar, pengawas ujian memanggil nama saya dan mempersilakan masuk. Saya disambut oleh seorang penguji yang sangat ramah. Penguji adalah seorang bapak asli Inggris yang usianya sekitar 40-45 tahun. Kami sempat bercanda diawal sebelum tes dimulai dengan beliau agar saya lebih santai dan rileks. Walaupun prakteknya tetap saja saya grogi :D

Sesi ini berlangsung selama 15-20 menit. Pertama saya diminta untuk memperkenalkan diri dan beliau menanyakan pertanyaan seputar diri saya seperti ‘Where are you from?’ , ‘What do you do? Are you studying or doing job?’, dsb. Beliau sempat menanyakan tentang jurusan kuliah saya dan bagaimana cara saya belajar agar sukses dalam studi. Setelah itu beliau sempat menanyakan ketertarikan saya untuk mengikuti kursus fotografi. 

Sesi selanjutnya adalah saya diberi sebuah buku yang berisi topik yang harus saya sampaikan. Saya mendapat topic tentang cara menjaga kesehatan. Penguji memberi saya kertas dan pensil untuk membuat outline penjelasan yang akan saya sampaikan. Saya diberi waktu satu menit untuk membuat coret-coretan topic tersebut. Setelah itu saya dipersilahkan untuk berbicara selama 2 menit dan menyampaikan apa yang sudah saya rangkum. Salah satu yang saya senang dari ujian speking IELTS adalah, ketika saya sudah kehabisan ide untuk berbicara, penguji biasanya akan memancing dengan pertanyaan yang membuat saya langsung kepikiran bahan pembicaraan baru. Misalnya ketika saya menjelaskan tentang cara menjaga kesehatan setelah 1.5 menit saya diam sejenak karena kehabisan ide, penguji lalu bertanya ‘What about drinking water? Do you think it will help?’ batin saya langsung ‘oh iya kenapa gak kepikiran wkwkwk’. Langsung saya menjelaskan bahwa minum air sangatlah penting dan saya sempat menjelaskan beberapa manfaat minum air.

Pasca Ujian IELTS
Hasil ujian bisa dilihat setelah dua minggu di web dengan memasukkan ID card number, candidate number, date of birth, dan date of exam. Sedangkan untuk sertifikat akan dikirimkan ke alamat masing-masing. Sedikit yang pernah saya baca kalau hasil ujian kita dibawah 5 maka kita hanya mendapatkan surat keterangan. Namun jika diatas 5 kita akan mendapatkan sertifikat. CMIIW. 

Sejak awal saya sudah realistis dan sadar bahwa IELTS adalah ujian serius yang belajarnya tidak bisa dibuat bercandaan atau dadakan. Saya pun tidak menyangka saya mendapatkan kesempatan untuk ‘mencicipi’ ujian mahal ini satu minggu sebelum D-day. Cita-cita saya adalah mengikuti ujian IELTS dengan persiapan yang matang yaitu dengan belajar maksimal, mengikuti ujian simulasi IELTS, kursus IELTS,  dsb. Tidak pernah terpikir untuk ikut ujian IELTS sesegera ini karena awalnya saya memang mau ikut TOEFL ITP.

Benar saja setelah dua minggu tepatnya tanggal 30 Agustus hasil ujian sudah bisa dilihat online. Alhamdulillah saya mendapat skor 6.5 cukup lah kalau mau daftar UGM (Mohon doa dari teman-teman). Sedangkan untuk sertifikat saya terima dirumah pada tanggal 4 Agustus.



Semoga tulisan ini bermanfaat. 

Tabik,

Rahma S