[FAQ] Mencari Tempat Tinggal di India

December 07, 2018 1 Comment
Acara BBQ PPI Komisariat Hyderabad

Pertanyaan seputar mencari tempat tinggal di India dalam rangka studi merupakan salah satu pertanyaan yang cukup populer. Saya juga baru menyadari bahwa saya belum pernah membuat tulisan terkait hal tersebut. Jadi bagi teman-teman yang sedang istikharah untuk studi di India, mari kita belajar dulu ilmu mencari tempat tinggal disini.

Artikel ini berjudul 'mencari tempat tinggal' karena memang dikhususkan untuk teman-teman yang siapa tahu nanti kampus nya tidak menyediakan asrama (hostel) seperti kampus-kampus saya. Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman selama saya sekolah di Delhi dan Hyderabad namun informasi yang tertulis bersifat umum.

Sebelum kita melangkah lebih jauh, saya ingin menyampaikan bahwa untuk teman-teman yang hendak belajar di kampus India, alangkah baiknya mencari informasi dahulu apakah kampus memfasilitasi hostel bagi mahasiswa asing. Informasi bisa didapatkan melalui website kampus atau bertanya langsung kepada mahasiswa Indonesia yang sedang berkuliah di kampus tersebut. Maka dari itu,  saya selalu lebih menyarankan teman-teman untuk mencari kampus dimana sudah ada orang Indonesianya. Hal tersebut semata-mata demi kemudahan dan kenyamaan selama beradaptasi di lingkungan baru.

Beberapa kampus di Delhi seperti Delhi University (DU) dan Jawaharlal Nehru University (JNU) memiliki fasilitas hostel untuk mahasiswa asing. Di DU misalnya, bagi mahasiswa asing laki-laki bisa tinggal di International Student House (ISH) atau International Student House for Women (ISHW) bagi mahasiswa perempuan. Untuk di JNU sendiri ada banyak sekali hostel dengan nama yang berbeda-beda i.e. Koyna Hostel, Godavari Hostel, dll. 

Jika rezeki kita mendapatkan kampus yang tidak memfasilitasi akomodasi, maka mau tidak mau kita harus mecari kos-kosan atau flat. Saat di Delhi, saya tinggal di flat daerah Munirka. Flat di Delhi rata-rata terdiri dari kamar tidur, kamar mandi dalam, dan dapur. Harga per bulan pun bervariasi. Saya tiga kali pindah flat selama dua tahun di Delhi dan harga sewa kamar standar berkisar antara Rs 5000 - Rs 6000 atau sekitar Rp 1-1,2 juta per bulan. Harga sewa tersebut sudah termasuk biaya air namun belum termasuk biaya listrik. 

Di Hyderabad sendiri harga sewa rumah cenderung lebih murah dari pada di ibu kota. Menyewa rumah di Hyderabad lebih mudah dan menguntungkan jika kita tinggal bersama-sama, 2-4 orang. Akomodasi di Hyderabad lebih mirip seperti apartemen dimana setiap apartemen yang disewakan terdiri dari Bedroom, Hall, Kitchen (BHK) dan sudah disertai kamar mandi dalam. Harga sewa juga bervariatif. Untuk 1BHK dimana terdiri 1 bedroom + hall + kitchen  mulai dari Rs 4000 atau Rp 800ribu belum termasuk listrik. Untuk 2BHK, yang terdiri 2 bedroom + hall + kitchen harga mulai dari Rs 7500 - Rs 8000 keatas atau Rp 1,5 - 1,6 juta keatas. Untuk 3BHK tentu lebih mahal lagi. Itu sebabnya tinggal di Hyderabad secara kolektif akan lebih nyaman dan terjangkau. 

Namun jika kondisinya memang harus tinggal sendiri seperti saya, teman-teman bisa mencari 1BHK atau Single Room. 1BHK terdiri dari 1 kamar tidur, hall, dan dapur seperti yang sudah saya sebutkan diatas. Untuk Single Room, biasanya hanya terdiri dari kamar tidur dan kamar mandi layaknya kos-kosan mahasiswa rantau di Indonesia. Harga sewa single room adalah Rs 2500 atau sekitar Rp 500ribu per bulan belum termasuk listrik.

Beberapa owner flat atau apartemen kadang meminta kita untuk membayar advance atau uang muka. Namun advance ini sifatnya lebih seperti uang jaminan dimana uang jaminan tersebut akan dikembalikan saat kita hendak mengosongkan atau pindah rumah. Advance yang harus dibayarkan bervariasi. Rata-rata yang saya temui nominal advance sebesar dua bulan dari harga sewa kamar. Misal harga sewa kamar per bulan adalah Rs 3000, maka advance yang dibayarkan adalah Rs 6000. 
Selama saya di Delhi, rata-rata owner tidak meminta pembayaran advance. Namun di Hyderabad hampir semua pemilik apartemen mewajibkan pembayaran uang muka jaminan.

Biaya listrik juga bervariatif untuk setiap daerah di India. Di Delhi yang notabennya kota metropolitan, biaya listrik adalah Rs 8 per unit. Saya rata-rata per bulan mengkonsumsi listrik sebanyak 35 unit per bulan dengan pemakaian 3 lampu, setrika, kipas angin, rice cooker, dan electric kettle. Jika harga listrik sebesar Rs 8 per unit maka tiap bulan saya membayar Rs 8 x 35 unit = Rs 280 atau sekitar Rp 60ribu per bulan. Di kota non-metropolitan harga listrik lebih murah. Di Hyderabad misalnya, biaya listrik adalah Rs 6 per unit.

Pertimbangan lain saat mencari tempat tinggal adalah jarak dengan kampus, minimal bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Mungkin kadang kita pernah terbesit "Ah, gak apa-apa agak jauh dari kampus, kan bisa naik bis atau angkutan umum". Secara praksis, pernyataan tersebut memang benar but trust me, we can't be so practical all the time. Kadang kala hujan lebat, rasa malas yang menghantam, atau bangun kesiangan pasti akan kita alami sesekali. Jarak tempuh yang tidak walk-able mungking sekali akan menjadi alasan pendukung untuk bo...los.... ! Jadi lebih baik bayar berlebih sedikit namun akses ke kampus lebih dekat dari pada bayar lebih murah namun kita harus keluar ongkos untuk transportasi.

Sekian tulisan saya kali ini. Mudah-mudahan bermanfaat dan informatif.

Salam,

Rahma S

15 Fakta Tentang India [Part I]

November 22, 2018 Add Comment

  1. Di India, Rexona adalah salah satu merek sabun mandi
  2. Becak di India (Rickshaw) supirnya di depan
  3. Figur fisik orang India lebih besar dari pada orang Indonesia. Di Indonesia ukuran baju saya M-cewek, kalau di India XS (x-tra small)
  4. Hanya ada dua kota di India dimana sapi boleh disembelih dan dikonsumsi; Kerala dan Hyderabad
  5. Internet di India jauh lebih cepat dan lebih murah. Wifi saya sebulan Rp 120.000 kuota 100 GB kecepatan 25 Mbps
  6. Pernah sebel karena film India banyak tarian dan nyanyian? Menari dan menyanyi konon memang ajaran dewa dewi mereka dan itu adalah salah satu cara mereka menyembah Dewa. Dewa Rama dan istrinya, Dewi Shinta, senang menari dan menyanyi di Pegunungan Himalaya. 
  7. Salju bisa ditemukan di daerah India utara mulai dari negara bagian Himachal Pradesh keatas.
  8. Masih ingat dengan sistem kasta di Hindu? Di India, setiap orang punya sertifikat kasta dimana sertifikat tersebut digunakan saat mendaftar PNS, kuliah, dll.
  9. Kata "achaa" yang sering disebutkan oleh orang India sambil geleng-geleng, mempunyai banyak arti tergantung konteksnya. Secara bahasa artinya "Good". Namunn prakteknya "achaa" bisa berarti "I see", "I am fine", "Oke!". Main achaa hu = I am fine (untuk laki-laki) atau Main achi hu (untuk perempuan)
  10. Kata "nahi" yang juga sering diucapkan orang India sambil geleng-geleng (yang kadang jadi bahan ejekan orang Indonesia) artinya "tidak". 
  11. Di India lebih "ramai" istilah makanan vegetarian atau non-vegetarian, bukan halal-haram. Makanan yang berlabel hijau artinya "vegetarian", berlabel merah artinya "non-vegetarian".
  12. Orang India senang membawa bekal saat kuliah maupun bekerja. Sehingga mereka jarang jajan.
  13. Harga petrol atau bensin di India lebih mahal dari pada Indonesia. Harganya pun berbeda tiap negara bagian dan tiap harinya. Rata-rata Rp 15.000 - Rp 16.0000 per liter.
  14.  Bajaj adalah merek elektronik
  15. Di India, orang kuliah tidak ada yang membawa laptop. Semua membawa buku catatan dan textbook (buku cetak).

Telah Terbit!! Buku Seri Perantau Ilmu Kolaborasi PPI Dunia-Gramedia

November 21, 2018 2 Comments

NB. Awas tulisan ini mengandung promosi

Sebetulnya tulisan ini agak terlambat karena buku tersebut terbit ketika saya masih UAS dan selama itu saya tidak sempat membuka blog alhasil baru sekarang bisa nulis (baca: promosi). 

Sedikit info saja, in case ada yang belum tahu, Perhimpunan Pelajar Indonesia di Dunia (PPI Dunia) adalah organisasi pelajar Indonesia yang ada di luar negeri. Dari satu organisasi besar PPI Dunia, bercabang menjadi tiga kawasan, PPI Kawasan Amerika Eropa (AMEROP), PPI Kawasan Timur-Tengah dan Afrika (TIMTENGKA), dan PPI Kawasan Asia-Oseania. Setiap PPI Kawasan terdiri dari beberapa PPI Negara. Misal PPI Kawasan Amerop terdiri dari PPI Amerika Serikat (Permias), PPI Filandia, PPI Jerman, dll. PPI Kawasan Timtengka terdiri dari PPMI Mesir, PPMI Arab Saudi, PPMI Sudan, dll. Sama hal nya dengan PPI Kawasan Asia- Oseania terdiri dari PPI Kawasan Asia-Oseania terdiri dari PPI Jepang, PPI Australia, PPI India, dll. 




PPI Dunia berkolaborasi dengan Gramedia menerbitkan tiga buah buku karya anak bangsa di luar negeri yang diberi judul "Perantau Ilmu". Buku tersebut berisi kisah-kisah perjuangan mendapatkan beasiswa ke luar negeri, pengalaman menuntut ilmu dengan berbagai macam tantangannya, perjuangan belajar para perantau ilmu dengan biaya sendiri, hingga tulisan mengenai refleksi perjalanan selama menempuh pendidikan di negara rantauan. 

Ketiga buku tersebut sudah bisa didapat di toko buku Gramedia se-Indonesia. Harga setiap bukunya adalah Rp 80.000-an. Berhubung setiap penulis mendapat satu buku gratis, berikut saya tunjukkan beberapa sneak-peek dari Perantau Ilmu Asia-Oseania.








Jangan lupa dapatkan ketiga seri nya di toko buku Gramedia di kota kalian ya. Mudah-mudahan menginspirasi teman-teman untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya di negara manapun kalian impikan :)

Salam,

Rahma S

My "Amazing" College - Kuliah Tingkat Akhir

November 21, 2018 3 Comments


Sepertinya dimanapun kita sekolah, yang namanya kuliah tingkat akhir pasti akan selalu hectic. Di Indonesia misalnya, tingkat akhir selalu diidentikkan dengan pembuatan skripsi. Saya belum pernah merasakan betul kuliah di Indonesia. Pernah merasakan sih, tapi hanya 2 semester, setelah itu... here I have been.... :D Kalau dilihat di meme-meme yang selalu bersliweran di Instagram, nampaknya skripsi memang ngeri. Namun kali ini saya akan berbagi sedikit cerita bagaimana kuliah tingkat akhir di kampus saya, terkhususnya jurusan BSc Microbiology, Genetics, & Chemistry (MGC).

Kuliah 4 Bulan
Dalam satu semester, waktu efektif kuliah adalah 4 bulan. Total mata kuliah wajib teori ada 6; Agricultural Microbiology, Immunology, Population Genetics Advanced Technique in Genome Analysis, Organic & Inorganic Chemistry, dan Physico Analysis in Spectroscopy. Ditambah 2 mata kuliah teori pilihan, saya mengambil kelas Biotechnology dan Dasar-dasar Perpajakan. I know it sounds weird for a science student to study taxation, but believe me, it's fun tho (semester ini saya berencana mengambil kelas Dasar-dasar Perbankan. Sub-total credits untuk mata kuliah teori dalam satu semester adalah 26 credits. Itu belum semuanya, karena masih ada mata kuliah praktek (lab) yaitu 6 Paper. Sub-total credits untuk mata kuliah praktek adalah 12 credits. Total keseluruhan adalah 38 credits. Semester-semseter sebelumnya total kredit adalah 25 credits. Jadi kenaikan jumlah kredit untuk tingkat akhir adalah 50%.

Lalu bagaimana sistem kuliah tahun terakhir dengan kenaikan jumlah kredit sebanyak itu? Seperti semester sebelumnya, hari kuliah masih tetap sama, Senin sampai Sabtu. Bedanya, tahun ini kami kuliah setiap hari dari jam 9 sampai jam 5. Semester lalu hanya 3 hari kami kuliah sampai jam 5, sisanya kami bisa pulang pukul 4. Perkuliahan disini tidak ada jeda, alias tidak ada jam/waktu kosong. Kami bisa pulang setelah semua kelas selesai, yaitu pukul 5. Tidak hanya itu, dalam satu minggu kami ada 6x praktek lab yang sebelumnya hanya 3x ngelab. 

Ujian 1 Bulan
Semakin banyak jumlah mata kuliah maka semakin lama pula ujiannya. Kegiatan belajar mengajar ditutup dua hari sebelum Internal Exams. Setelah internal exams kami diberi waktu 5 hari untuk persiapan Final Exams alias UAS. Berhubung kami ada 8 mata kuliah teori, dan tiap ujian diberi jeda satu hari jadi UAS teori selesai sekitar 2.5 minggu. Setelah UAS teori selesai, kami masih harus menghadapi Practical Exams alias ujian praktek di lab. Ujian praktek dilaksanakan selama 6 hari berturut-turut tanpa jeda mulai hari Senin hingga Sabtu, jadi satu hari satu mata kuliah praktek (total  mata kuliah praktek).


Libur Semester
Libur, adalah hal yang paling kami nanti-nanti setelah ujian semester yang sangat panjang. Namun betapa sedihnya kami ketika dekan kami memberi tahu bahwa kuliah semester genap dimulai pada hari Senin. Itu artinya kami hanya mendapat libur selama 1 hari, yakni di hari Minggu saja. Dekan kami mengatakan bahwa libur seharusnya 10 hari, karena tahun sebelumnya kami mendapat libur 10 hari. Namun karena mahasiswa tingkat akhir ujiannya lebih banyak alhasil libur kami terpotong dengan ujian - yaah sama aja bohong libur sehari itupun hari Minggu :(

Memasuki Semester Genap
Saya pikir minggu pertama semester baru dosen tidak akan "ngobrol" yang serius karena kami juga baru kemarin sore selesai ujian, namun dugaan saya salah. Hari pertama kuliah kami langsung disuguhi dengan Assormatic Mating, Reaction Kinetics, dll. But it's okay tho, this is final year and I am sure everything is worth it :)

NB. Saat ini saya sudah memasuki kuliah tingkat akhir semester genap. InsyaAllah ini adalah semester akhir saya dan mudah-mudahan dilancarkan oleh Allah semua urusan disini. Aamiin :)

Pengalaman Bekerja di KBRI New Delhi

September 16, 2018 2 Comments
Bersama Bapak Jonan (baju biru), mantan Menteri Perhubungan

Berkesempatan untuk magang apalagi bekerja di kantor Kedutaan Besar RI (KBRI) merupakan sebuah pengalaman yang amat sangat langka. Saat itu di kantor Atdik kondisinya memang sedang membutuhkan tenaga administrasi tambahan karena hanya ada satu staf. Rejeki saya juga, staf tersebut adalah senior saya sendiri di Delhi University dan memang sudah akrab sejak lama sehingga sudah tidak ada lagi acara sungkan, canggung, apalagi grogi :D

Saya mulai 'ngantor' sehari setelah itu karena memang banyak sekali pekerjaan yang harus ditangani jadi tidak perlu banyak basa basi untuk ijab qobulnya. Kontrak kerja saya saat itu selama enam bulan, walaupun pada akhirnya saya bekerja selama tujuh bulan. Jobdesc saya 'nggak jelas' alias 'ngerjain apa aja yang disuruh'. Jadwal ngantor Senin sampai Jum'at jam 09.00 - 17.00 namun biasanya saya akan pulang pukul 18.00 atau 19.00. Beban kerja kami bagi tidak rata karena senior sayalah staf sesunggunya dan saya adalah staf outsoursing, paling tidak begitulah yang tertulis di lembar kontrak. 

Beban kerja yang tidak ratapun sudah amat sangat memeras otak, tenaga, dan kadang pikiran. Namun hal tersebut tidak berjalan lama karena senior saya harus pulang ke Jakarta beberapa bulan untuk tes sekaligus pengurusan paspor biru (atau hitam? - saya agak lupa). Jadilah saya bekerja sendirian di kantor.

Theoritically 9 to 5
Setiap pagi saya berangkat ke kantor mulai pukul 7.30. Bus nomor 604 merupakan angkutan sehari-hari saya saat bekerja karena murah, hanya Rs 20 (sekitar 4000 Rupiah), dan nyaman karena bus nya ber-AC. Perjalanan memakan waktu 30 menit karena jalan raya masih belum terlalu macet, itu alasan kenapa saya selalu berangkat lebih pagi. Selain itu berangkat pagi juga memberikan saya kesempatan untuk menikmati perjalanan sambil berkontemplasi :D 

Saya senang sekali melihat kesibukan para manusia dipagi hari, berjuang mempertahankan kehidupannya dan keluarganya. Tuhan selalu menyuguhkan kita dengan rezeki baru setiap hari, tinggal mau diambil atau diabaikan rezeki itu terserah pelakunya. Namun kadang ada juga mereka yang mengabaikan rezekinya karena malas, dan kalau rezekinya dialihkan ke yang lebih rajin, dia protes, tapi suruh jemput gak mau.... :p Mereka yang setiap pagi saya lihat dari balik kaca bus sudah narik becak atau dorong gerobak sayur adalah bukti ketaatannya pada Sang Pencipta - sadar atau tidak sadar - tidak ada kompromi bahwa bertahan hidup adalah kewajiban semua manusia, diluar itu artinya sudah putus asa dengan kehidupan dan kalau dirunut lagi ada kemungkinan bisa jadi dosa (CMIIW)

Saya selalu turun di  halte depan China Embassy dan berseberangan dengan Norwegian Embassy di daerah Shanti Path. Dari halte saya harus berjalan sekitar 150 meter menuju KBRI. Sampai di KBRI saya langsung menuju kantor Atdik. Biasanya uncle-uncle India yang bekerja di KBRI suda rajin menyapu, menyingkirkan daun-daun kering, ataupun mencuci mobil. Pak Satpam pun juga sudah standby entah sejak jam berapa. "Good morning Ibu" begitu sapanya setiap pagi sembari membukakan pintu gerbang dan menyodorkan kunci kantor untuk saya. Sampai di kantor saya menyalakan semua lampu, AC, komputer, dan membereskan kertas atau majalah-majalah yang berserakan di ruang tamu kantor. Setelah itu saya sarapan dengan sereal dan susu yang sudah tersedia di kantor. Selesai sarapan saya mulai bekerja di depan komputer.

Pak Atdik biasanya datang pukul 09.30. Karena di kantor tersebut hanya kami berdua sehingga ketika beliau datang suasana menjadi agak tegang. Pak Atdik adalah sosok yang amat sangat disiplin, rapi, detail, cekatan, tepat waktu, berwawasan luas sehingga tak heran jika beliau dipercaya untuk memegang kemudi Kantor Atase Pendidikan. Latar belakangnya sebagai seorang aktivis pendidikan, pendidik, dan Guru Besar Matematika di ITB lebih dari cukup untuk membayangkan skala kesungguhan beliau akan kerapihan dan ketelitian. Tak jarang beliau memberikan koreksi untuk surat-surat yang saya buat. Dalam membuat surat, beliau sangat menekankan kepada saya akan pemilihan kata, pembuatan kalimat atau paragraf efektif, hingga penggunaan tanda baca seperti titik dan koma. Pengalaman sejak SMA menjadi seorang sekretaris organisasi dan passion saya dalam menulis nampaknya masih jauh dari nilai D saat diaplikasikan dalam dunia kerja. Pernah suatu ketika karena sedang lola, saya sampai empat kali membuat surat yang sama karena koreksi dari beliau belum bisa saya cerna sehingga beberapa kali saya harus memperbaiki susunan kalimat dan paragraf surat. Beruntung pekerjaan administrasi dan kesekretariatan adalah salah satu 'hobi' saya, sehingga tak pernah sekalipun saya baper kalau dapat banyak koreksi, sebaliknya masukan beliau benar-benar saya perhatikan dan terima dengan hati yang welcome.

Jam kerja 9 pagi hingga 5 sore nampaknya hanyalah teori belaka sebab faktanya saya sering pulang larut pukul 9 malam karena pekerjaan yang menumpuk. Tak jarang saya menginap di wisma tamu KBRI saat Atdik sedang kebanjiran tamu dari Indonesia dan harus dijemput di bandara pukul 5 atau 6 pagi. Saya pernah pulang pukul 12 malam karena harus bolak balik ke bandara sebab waktu ketibaan para tamu yang berbeda-beda. Bekerja saat hari libur seperti Sabtu dan Minggu pun sudah menjadi hal biasa. Jika sedang kebanjiran tamu, biasanya selama hari Sabtu dan Minggu saya akan menemani para tamu jalan-jalan ke tempat-tempat wisata di Delhi ataupun sekedar belanja. Tak jarang pula mereka ingin mengunjungi Taj Mahal yang lokasinya sekitar  3 jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Asik sih asik bisa jalan-jalan gratis, tapi kalau tempatnya itu-itu saja ya rasa asiknya sudah membiasa dan selain itu ada rasa tanggung jawab lebih mendominasi dari pada rasa jalan-jalannya karena para tamu yang datang adalah 'orang besar' seperti rektor, dekan, Kemdikbud, tokoh pemerintahan, dll. 

Working Out Load
Membuat segala macam surat, membalas email, korespondensi dengan lembaga-lembaga di Indonesia (Kemdikbud, BPKLN, Kemlu, Universitas di Indonesia dan India, Think Tank, dll), mempersiapkan dokumen dan kebutuhan Pak Atdik untuk keperluan rapat maupun perjalanan dinas ke luar kota atau luar India, sampai hal yang paling krusial adalah masalah keuangan. Setiap bulan saya harus membuat laporan keuangan bulanan yang dilaporkan ke bendahara KBRI. Sayapun juga harus mengatur pengeluaran belanja kantor. Mengurus keuangan merupakan pekerjaan terhoror dari pada membuat surat atau korespondensi. Jika sudah mendekati akhir tahun maka kami akan disibukkan dengan tutup buku keuangan tahunan karena akan ada audit dari pemerintah dan KPK. Hal tersebut yang membuat saya tidak pulang berhari-hari dan tetap tinggal di kantor walaupun hari libur. 

Disamping pekerjaan wajib utama, banyak pekerjaan sampingan yang cukup memakan waktu karena saat itu saya hanya sendirian. Belanja alat tulis kantor, membayar telepon dan wifi ke Airtel, menjemput tamu, memperbaiki printer atau mesin fotokopi, dan lain sebagainya.

Saya sungguh bersukur pernah mendapatkan kesempatan itu. Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan disana yang tidak pernah saya temukan di buku Microbiology, Genetics, apalagi Chemistry. Bisa bertemu dan interaksi dengan orang besar dan hebat merupakan bonus tersendiri apalagi sampai bisa jalan-jalan bareng dengan mereka. Saya sungguh beruntung pernah menjadi 'murid' Pak Atdik di kantor Atdik dan bisa tiap hari berinteraksi dengan seorang Guru Besar Matematika ITB yang ide dan opininya sudah 'berserakan' di tiap edisi harian Kompas.


Sainikpuri, 16/9/2018

Hiruk Pikuk Perpanjangan Visa di Hyderabad

September 14, 2018 Add Comment
Sejak kepindahan saya dari Delhi ke Hyderabad pada Agustus 2016 silam, tiap tahun saya diwajibkan untuk apel ke Foreign Regional Registration Office (FRRO) alias kantor imigrasi untuk perpanjangan Visa Stay. Hal ini cukup horor karena saya agak trauma berurusan dengan kantor imigrasi. Bagi teman-teman yang pernah membaca tulisan saya The Hardest Moment in India : My Transisition from Delhi to Hyderabad sedikitnya ada gambaran mengapa saya sampai bisa terserang penyakit traumatisme. 

Tidak seperti saat di kantor imigrasi Delhi, pengalaman saya di kantor imigrasi Hyderabad cukuplah 'menenangkan'. Saat pertama kali ke kantor imigrasi Hyderabad pun saya dipertemukan dengan malaikat baik berjubah manusia dengan titel pegawai imigrasi. Beliau adalah malaikat penyelamat kedua setelah direktur FRRO Delhi. Beliaulah yang memperjuangkan keberlangsungan pendaftaran studi saya di Osmania University. Saya masih ingat wajah beliau. Tiap kali saya ke FRRO Hyderabad untuk perpanjangan visa, mata saya selalu mencari beliau, walaupun tidak menyapa dan belum tentu beliau ingat saya juga hehe... namun tiap kali melihat beliau saya selalu tersenyum kecil, berterimakasih dan mendoakan beliau dalam hati.

Visa saya jatuh tempo pada 15 September 2018 jika terlambat maka akan dikenai denda sekitar Rs 2000 (kurang lebih 400ribu Rupiah). Jumlah yang sangat sayang untuk kelas mahasiswa rantauan. Mulai tahun ini semua proses perpanjangan dokumen di imigrasi dilakukan secara online. Secara teori, kita tidak perlu nge-print dan fotokopi semua dokumen yang dibutuhkan dan datang ke kantor imigrasi. Cukup bermodal internet dan laptop, semua dokumen tinggal di-upload di website resmi FRRO dan menunggu respon atau instruksi lanjutan pada kolom 'Status Enquiry'.

Saya agak deg-deg-seer karena ini adalah pertama kalinya saya perpanjang visa secara online. Beberapa teman Indonesia disini yang sudah mencicipi fasilitas online FRRO bercerita bahwasaannya ada kemungkinan kita akan tetap di panggil untuk wawancara di kantor FRRO. Tidak hanya sistem online saja yang menjadi hal baru di FRRO, namun kantor FRRO juga sudah bermigrasi yang tadinya di CGO Tower ke daerah Shamshabad dekat bandara Rajiv Gandhi International Airport. Jarak antara rumah saya di Sainikpuri ke Shamshabad cukup jauh, sekitar dua jam perjalanan dengan menggunakan taksi. Pulang pergi maka total sudah empat jam sendiri dalam sehari habis untuk perjalanan saja.

Sejak awal saya sudah merasa tidak tenang dengan sistem baru tersebut. Hal itu karena latar belakang pengalaman yang kurang mengenakan dengan FRRO. Selain itu, setiap kali saya melakukan perpanjangan visa, ada saja hal yang salah yang membuat saya harus pulang dan memperbaiki dokumen dan datang lagi di hari kemudian. Namun saat itu tidak terlalu menjadi masalah besar karena saat itu FRRO masih berlokasi di CGO Tower, hanya 30-40 menit perjalanan dengan taksi. Nah sekarang? Kalau sampai dokumen ada yang bermasalah, bisa bangkrut dan nggak makan sebulanlah saya. Entah kenapa, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya dokumen saya tidak pernah sempurna dimata FRRO :(

Malam itu, setelah mendapatkan bonafide letter dari kampus, saya langsung melakukan registrasi di website FRRO dengan menggunakan email, nomor HP, dan nomor passport. Kemudian saya log in dan mengisi formulir online yang sudah disediakan dan dilanjutkan dengan meng-upload dokumen sesuai dengan permintaan. Saya agak terkejut ketika diminta untuk upload dokumen Tenant Verification pasalnya tahun-tahun sebelumnya tidak pernah diminta dokumen tersebut. Saya mencoba untuk mencari tahu tentang dokumen tersebut dan sampailah saya di website kepolisian India. Disana sudah ada formulir Tenant Verification. Saya unduh dan saya pelajari isi formulir tersebut. Kemudian saya iseng tanya teman dari Gambia yang juga sedang melakukan perpanjangan Resident Permit (RP) di FRRO. Dia bercerita bahwa dia sudah pernah meminta tanda-tangan dan stempel dari kantor polisi Sainikpuri untuk Tenant erification namun ditolak oleh pihak kepolisian setempat dan justru malah menyuruh dia untuk ke kantor polisi besar di daerah Gachibowli. Batin saya, 'gila aja dari Sainikpuri ke Gachibowli bisa sejam lebih pake taksi, itupun cuma buat cari tanda-tangan dan stempel doang'. Karena pertimbangan waktu, lokasi, dan biaya akhirnya saya putuskan untuk skip dokumen tersebut. Saya hanya berdoa dalam hati semoga itu tidak menjadi penghalang nantinya.

Saya cukup diburu waktu sebab saya bisa mulai mengajukan perpanjangan visa 10 hari sebelum expiry date lantaran kemepetan saya dalam membayar SPP di kampus yang itu kaitannya dengan urusan keluarga di Indonesia. Sebetulnya kita dianjurkan untuk melakukan perpanjangan satu bulan sebelum expiry date, jadi sepuluh hari bisa dibilang mepet jika semua dokumen lengkap dan sempurna, dan amat sangat mepet jika dokumen ada yang bermasalah apalagi kurang. 

Sehari setelah melakukan registrasi online saya cek status enqiry di website dan tertulis "Personal Meeting Required, on 7/9/2018 at 10.30. Please bring all the original documents". Mental saya cukup down karena saya harus pergi ke kantor FRRO yang sangat jauh sendirian. Selalu terbayang masa-masa dimana saya masih di Delhi memohon kepada pihak FRRO supaya saya tidak dideportasi. Seharian itu saya mempersiapkan semua dokumen dan yang paling penting adalah mempersiapkan mental untuk menghadapi FRRO. Malamnya saya tidur lebih awal supaya esoknya tidak kelelahan selama perjalanan panjang. 

Saat itu hari Jum'at dan cuaca cukup mendung. Saya berangkat dari rumah pukul 08.00. Selama di perjalanan, saya tak henti-hentinya membaca zikir laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minadzh-dzhalimiin dengan harapan minimal beban dan kekhawatiran di dada bisa sedikit berkurang. Doa Nabi Yunus tersebut pernah menyelamatkan saya minggu lalu saat harus berurusan dengan Foreign Office Osmania University. 

Hampir 2.5 jam perjalanan akhirnya saya sampai di kantor FRRO, Shamshabad. Benar apa kata teman saya, tempatnya memang nampak 'terisolasi' karena jauh dari keramaian. Kanan kiri kantor megah tersebut hanyalah pepohonan kering dan beberapa pohon hidup. Jalan raya tepat didepannya pun terlihat cukup lengang, jarang dilalui transportasi umum. Saya turun dari mobil dan memandangi bangunan baru tersebut dan berkata dalam hati, "Okay Rahma, this is it! Everything will be alright". Saya masuk menemui resepsionis dan diarahkan ke lantai 1. Saya ke lantai 1 dan masuk ke ruang panjang cukup lebar yang ditunjukkan oleh satpam. Saya melihat kanan kiri ruangan tersebut dan mencoba untuk menyerap setiap pemandangan yang terlihat supaya saya lebih tenang di ruangan baru tersebut. 

Saya menyerahkan formulir dan menunggu panggilan. Sepuluh menit kemudian saya dipanggil oleh pegawai FRRO. Saya agak gugup ketika ditanyai terkait dokumen-dokumen yang saya berikan. Ada beberapa hal yang saya tidak bisa jawab karena itu memang kesalahan kampus. "You must re-upload all your documents again and please make a new Rental Agreement (RA)". Saya tidak bisa berkata apa-apa selain "Okay, sir." Saya kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut. Ada perasaan lega, bingung, sakit hati yang bercampur. Lega karena pihak FRRO tidak menginterogasi macam-macam. Sakit hati karena saya sudah jauh-jauh ke Shamshabad dan pada akhirnya hanya diminta untuk upload dokumen ulang. Padahal sebetulnya hal itu sangat mungkin untuk disampaikan melalui 'status enquiry' di website tanpa harus ke Shamshabad mengorbankan waktu kuliah, uang, dan tenaga. Bingung karena saya harus membuat Rental Agreement baru, dimana saya harus ke notaris untuk mendapatkan 'kertas bermaterai'. Saya tidak tahu menahu tentang notaris di Sainikpuri dan prosedur pengurusan RA. 

Saya keluar dari gedung tersebut dan mengeluarkan HP untuk memesan taksi, cukup kaget juga ketika melihat HP tidak bernyawa alias tidak tidak ada sinyal. Saya mondar-mandir kesana-kemari mencari sinyal namun tak juga muncul "tanda-tanda kehidupan". Saya menghampiri tukang bajaj dan meminta dia mengantarkan ke Falaknuma Railway Station namun dia tidak mau. Tak lama kemudian saya melihat bus kecil melintas. Pikir saya saat itu naik saja dulu transportasi apapun yang penting bisa keluar dari "hutan" ini dan dapat sinyal. Saya sudah mencoba untuk melambai-lambaikan tangan kearah mini bus tersebut dan berteriak namun tak mau juga dia berhenti. Sepertinya pak supir tidak melihat dan mendengar panggilan saya. Akhirnya saya hanya berdiri masih sambil melihat HP sampai ketika ada seorang supir taksi menawarkan jasanya. Dia memasang tarif 900 rupees untuk ke Sainikpuri. Saya menawar 600 rupees namun ditolak oleh nya karena menurut dia supir taksi biasa (bukan online macam Uber). Kemudian dia menawarkan 500 rupees dan saya diantar sampai Mehdipatnam dan dari sana saya bisa melanjutkan ke Sainikpuri dengan Uber. Bagus juga nih idenya si Bapak, paling tidak saya keluar dulu dari tempat "tak bernyawa'' ini. Deal.

Sampai rumah saya menyampaikan kendala saya terkait Rental Agreement kepada Uncle pemilik rumah dan saya sangat bersyukur karena beliau memberi saya kertas bermaterai baru yang sudah dibelinya bulan lalu di notaris. Saya persiapkan dokumen baru untuk Rental Agreement, dan saya tidak perlu repot-repot lagi ke notaris. Setelah itu saya upload lagis semua dokumen dan RA baru. Tiga hari kemudian saya mendapatkan email bahwa status perpanjanan visa saya sudah granted :)

Refleksi Perjalanan Mahasiswa Tingkat Akhir

July 16, 2018 1 Comment


Belum lama ini saya sudah memulai kuliah tahun terakir. Saya masih belum percaya. Perasaan haru dan syukur akan bisa  menyelsaikan  pendidikan di Tanah Gandhi  (InsyaAllah) merupakan pencapaian yang sangat membanggakan. Bagi yang pernah membaca tulisan-tulisan saya sebelumnya tentang perjuangan agar tetap bisa mempertahankan kuliah di negeri ini pasti sudah bisa mengira-ira seberapa dalam syukur dan haru yang saat ini tertanam. Teman-teman Indonesia yang mengetahui atau mengikuti jejak-jejak saya di negeri ini tak sedikit yang memanjatkan doa nya untuk kelancaran segala urusan di tahun terakhir pendidikan saya.

Ini adalah sebuah refleksi untuk membuka tahun goodbye saya di India sebagai seorang mahasiswa Bachelor. Tahun pertama saya memulai kuliah (lagi) di Hyderabad tidak ada kata mudah. Secara mental saya harus bangkit lagi, sebelumnya kepercayaan diri saya sudah hancur semasa di Delhi. Membangkitkan kepercayaan diri yang telah hancur tak semudah teori para motivational speaker yang buku-bukunya selalu setia menemani sejak sama masih SMP, atau mungkin tak ada yang saya terapkan dalam masa-masa tersulit saya. Saya masuk kuliah tahun pertama pada bulan Agustus dan itu sudah amat sangat terlambat karena tahun ajaran baru selalu dimulai bulan Juni. Saya memulai kuliah satu minggu sebelum ujian internal kampus, dan itu saya stres berat.  Belum lagi urusan keuangan yang hanya cukup untuk makan nasi satu kali sehari, lantaran saya hanya mengandalkan honor semasa bekerja selama tujuh bulan di Delhi untuk biaya SPP dan uang makan sehari-hari selama satu tahun pertama. Orang tua saya tak tahu apa-apa saya pindah dan mengulang kuliah ke Hyderabad. Mereka mengetahui kabar sesungguhnya saat saya sudah memasuki tahun kedua kuliah. Saya amat bersyukur mereka tidak syok, justru malah mengkhawatirkan keadaan saya disini. 

Tabungan dari hasil bekerja di Delhi tak mampu membuat saya bisa makan dengan cukup. Jatah makan Rp 200 ribu sebulan hanya mampu mencukupi saya untuk sarapan dengan teh dan pisang, makan siang dengan roti, dan makan makan malam pakai nasi dan sayur atau telur. Saya tidak banyak bergaul dengan teman-teman Indonesia terumata saat mereka ada acara ke bioskop bareng atau sekedar ngopi. Saya memutuskan diri dari segala bentuk organisasi. Sebagi gantinya saya lebih sering dirumah menulis blog atau menerima orderan translate yang tidak seberapa sering. 

Tahun kedua saya di Hyderabad, merupakan tahun terbaik buat saya. Saya lulus di semua mata kuliah tahun pertama, saya sudah tenang karena orang tua saya sudah mengetahui keadaan saya yang sebenarnya sehingga akan lebih mudah buat saya jika ingin memohon doa dan ridha dari mereka, dan saya sudah mulai mendapat kiriman uang bulanan dari mereka. Tidak banyak. Untuk makan masih sekitar Rp 200ribu sebulan, namun saya lebih tenang. Saya memulai kembali hobi saya beraktiviatas di organisasi seperti PPI TV, PPI India, dan PPI Dunia. Saya mempunyai semakin banyak teman di kampus dan saya sudah bisa makan cukup. Saya menyadari itu semua berkat ridha dan doa orang tua yang tak pernah putus.

Uang saku Rp 200ribu untuk sebulan di tahun pertama yang saya hasilkan dari jeri payah saya sendiri dibandingkan dengan nominal yang sama yang diberikan oleh orang tua saya ternyata lebih banyak membawa berkah nominal dari orang tua saya. Uang pemberian orang tua yang jika secara matematika tidak akan bisa mencukupi saya ternyata cukup buat saya, bahkan saya sering mentraktir teman dekat saya untuk sekedar minum chai di kantin kampus. Makanan yang saya makan dari pemberian orang tua saya membuat saya lebih baik dalam menjalani segala hal; kuliah, organisasi, sosial. Saya menyadari bahwa itulah yang disebut dengan keberkaan dalam rezeki. Nominal dari orang tua setara dengan yang saya hasilkan sendiri namun dibalik nominal dari orang tua tersimpan sumber-sumber rezeki lain yang tak terlihat. Sepeser uang dari orang tua yang dilandari dengan doa di tahajud setiap malam nya membuat saya tidak hanya bisa hidup, namun mampu hidup dan bertahan hingga saat ini. Bahkan saya tidak pernah merasakan kekurangan yang berarti semenjak doa orang tua menjadi pengiring nafas dan langkah saya disini. 

Mencari keberkahan jauh lebih memuaskan dari pada mencari rezeki itu sendiri. Dibalik rezeki yang berkah tersimpan banyak sumber rezeki yang tak terlihat; kesehatan, kebahagiaan yang panjang, merasa berkecukupan, sahabat yang setia, proses belajar yang menyenangkan, kemudahan hati untuk selalu bersyukur, serta keringanan dan ketenangan batin dalam menjalani hidup setiap harinya.

Miss Perfect

July 14, 2018 Add Comment

Hari ini, 14 Juli 2018, merupakan hari yang cukup bermakna untuk kumaksukkan dalam daftar momen pelipur lara. Blog dambaanku sudah mulai muncul ke dalam-jaringan secara mandiri, tidak lagi numpang nama dengan blogspot. Bukan domain dot com nya yang mampu melipuri lara lamaku, tapi cita-cita yang dalam untuk "menebus" blog ini akhirnya kesampaian juga.

Blog ini telah berhasil membuatku berani untuk membeberkan kepada khalayak akan masam pahit masa jatuhku di Negara Anak Benua ini.


****
Kata sifat perfeksionis menjadi salah satu komposisi dalam karakterku. Dari sekian banyak kata sifat yang menempel didiriki, nampaknya kata sifat ini cukup membuatku sering tak tidur. Tidak ada orang yang sempurna. Benar. Namun tak sedikit juga orang yang ingin menjadi sempurna, menurut versi mereka sendiri. Aku termasuk salah satu dari populasi yang tidak sedikit itu. Menjadi seorang yang sempurna artinya aku mampu menjadikan segala ambisiku tidak hanya sekedar impian yang tertempel di dinding saja. Namun tempelan-tempelan dinding itu bisa kubuktikan kenyataanya, bahwa apa yang tertulis diatas nya benar-benar ada dan terjadi.

Kala itu salah satu dambaanku adalah bisa lulus dari Delhi University jurusan Microbiology, yang merupakan kampus dan jurusan para dewa. Aku sudah terlalu membayangkan betapa bahagianya diriku jika bisa lulus dari kampus tersebut apalagi dengan beasiswa. Mewujudkan ambisi tersebut ke dunia nyata merupakan hal mutlak dalam rangka menyegarkan dahaga akan tuntutan pribadi menjadi orang sempurna sesuai standar yang telah aku tetapkan.

Namun ternyata Tuhan Maha Memahami apa yang hamba-Nya rasakan. Penyakit hati ingin menjadi sempurna yang sedang menimpa diriku ternyata tak dibiarkan makin memerah. Dia menuntunku maju melalui jalan pilihan-Nya. Atau mungkin bukan sebuah jalan. Dia menuntunku menuju tembok tinggi yang mau tidak mau aku harus melampauinya. Saking tingginya hingga bayanganku sendiri tertutup oleh bayangan tembok. Aku menaiki tembok itu dengan nafsuku. Nafsu ingin segera melewatinya. Nafsu untuk segera melaluinya dan mengenakan jubah 'kesempurnaan'. Aku mendaki tembok  itu dengan segala gaya manusia yang aku punya. Namun manusia tetaplah manusia, akan tetap kalah dengan hukum alam dari Tuhan, gaya gravitasi, yang setia menarikku ke punggung bumi dikala aku bernafsu mendaki menuju langit. Aku lelah dengan segala upaya manusia yang ada didiriku, dan akhirnya aku mengikhlaskan diri untuk mentaati hukum alam Nya. Aku drop out dari kampus impian. 

Langit tak mau menerimaku, namun Ibu Bumi lah yang setia menopang rebahan badanku yang memar. Ibu Bumi menimangku dengan nasehat-nasehat cintanya dan mengobatiku deng pil penyembuhnya, seraya berkata "kamu, jiwa ragamu, harus move on". Kutelan pil pahit resep dari Ibu Bumi. Kubiarkan pil itu mengarungi pembuluh darahku. Benar saja. Aku sembuh. Sembuh dari penyakit hati.

Terima kasih Ibu Bumi.

Cerita Tentang Tabung Gas

July 13, 2018 Add Comment

Impresi pertama orang-orang pada umumnya saat tahu kita kuliah di luar negeri adalah keren. Hal tersebut memang tidak salah, namun terlihat keren bukanlah satu-satunya hal yang para mahasiswa rantau hadapi, apalagi merantau ke luar negeri. Banyak sekali pengalaman-pengalam pahit yang hanya dihadapi oleh mahasiwa yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri, nyaris deportasi misalnya, hal yang pernah saya alami dua tahun yang lalu. 

Sangat jauh dari keluarga dan jauh dari teman-teman Indonesia lainnya memaksa saya untuk bisa melakukan segalanya sendiri. Segalanya... Mulai dari memperbaiki tabung gas yang rusak, mengangkat galon ke kamar kos, hingga mengurus diri sendiri sendirian saat sakit. 

Saya bersyukur selama dua tahun saya di Hyderabad saya belum pernah mengalami sakit yang serius. Paling banter demam dan flu karena kecapaian kuliah dan organisasi yang dibarengi dengan pancaroba. Namun tetap saja hal tersebut tidaklah nyaman untuk dijalani apalagi di tahun terakhir perkuliahan dimana beban belajar meningkat 200%. 

Sudah hampir dua minggu ini tabung gas saya serahkan ke Si Uncle penjaga warung. Dia cukup dekat dengan saya karena saya langganan telur ayam dari beliau, dan beliau cukup fasih berbahasa Inggris walaupun jika dilihat kita mudah menebak bahwa beliau dari golongan kasta bawah. Namun demikian kemampuannya dalam berkomunikasi dalam Bahasa Inggris bisa dibilang wow. 

Saya memberikan tabung saya ke beliau lantaran gas yang sudah habis. Beliau mengatakan bahwa bagian pemancar api tidak berkerja dengan baik jadi perlu direparasi. Saya mengiyakan supaya direparasi sebab terakhir saya gunakan api memang kurang lancar. Setiap hari sepulang kampus, sehabis maghrib saya selalu ke warung beliau menanyakan kabar tabung gas. Namun tiap hari jawabannya tetaplah sama, "I will deliver it to your home" hingga pada akirnya saya yang muak sendiri. Sebab saya tidak bisa memasak untuk sarapan dan makan malam. Saya hanya mengandalkan rice cooker untuk memasak. Namun jika saya sedang sangat lelah saya lebih memilih untuk membeli lauk dari luar dan menyimpannya di kulkas. 
Saya sendiri tidak bisa marah kepada beliau karena niat beliau sangatlah baik membantu saya. Dia memberikan tabung gas saya ke tukang reparasi untuk diperbaiki. Suatu ketika saya benar-benar sudah lelah dan saya berencana untuk marah-marah ke beliau karena sudah 10 hari tabung tak kunjung diantar padahal saya sudah membayar Rs 280 (60 ribu). Diperjalanan menuju warung Si Uncle, saya sudah  menyiapkan kata-kata yang akan saya lontarkan dan menumpahkan segala emosi saya ke beliau. Namun tiba-tiba ditengah jalan yang cukup gelap saya dikejutkan oleh seorang kakek yang jatuh terjepit oleh sepeda motornya dan tidak sanggup berteriak meminta tolong. Saya satu-satunya yang melihat kakek itu merintih. Sontak saya langsung ikut membantu mengangkat sepeda motor yang menjepit beliau. Namun apa daya badan saya yang kecil tidak cukup kuat untuk mengangkat motor yang menghimpit si kakek. Akhirnya saya menyetop seorang pengendara sepeda motor yang sedang lewat dan memintanya untuk membantu "membebaskan" si kakek dari himpitan motornya.Si kakek pun akhirnya berhasil bebas dan mengucapkan terima kasih kepada kami.

Saya pun melanjutkan berjalan menuju warung Si Uncle dan entah malaikat jenis apa yang ada saat itu, segala emosi saya untuk Si Uncle sudah luluh tak bersisa. Akhirnya saya ke warung Si Uncle tak jadi marah-marah dan sebagai gantinya saya datang sambil memberikan senyuman penuh arti (artinya = mana tabung gasku?). Seperti biasa jawaban beliau masih sama, "I will call the repair man again. It's been 10 days" dan beliau juga menyampaikan permintaan maafnya. 

Hari kedua belas tabung tak kunjung tiba. Malamnya setelah saya selesai memasak nasi, tiba-tiba dari dalam mesin rice cooker keluarlah api yang cukup besar. Saya cukup kaget namun tetap tenang mengamati bara api yang keluar dan setalah api sudah mulai padam saya cabut kabel dari stop kontak. Itulah saat dimana rice cooker saya wafat. Saya mulai memikirkan bagaimana kelangsunan makan saya tanpa tabung gas dan rice cooker. Uang saku saya yang sangat terbatas akan langsung habis jika saya gunakan untuk membeli rice cooker baru.

Pagi harinya badan saya demam  dan kaki saya dingin disertai sakit kepala. Saya memutuskan untuk izin kuliah pada hari itu. Saya sampaikan ke tiga teman saya bahwa saya absen kelas hari Kamis. Malam hari beberapa teman saya menelfon menanyakan kabar saya. Satu orang teman dekat saya marah-marah kepada saya karena saya tidak memberi kabar kepadanya tentang nasib tabung gas yang tak kunjung kembali apalagi ditambah rice cooker yang tiba-tiba rusak dan kondisi badan yang sangat lemas dan diluar sedang hujan sehingga saya nyaris tak bertenaga untuk keluar rumah mencari makanan. Teman saya meminta nomer telfon Si Uncle, dia bilang dia akan memarahi Si Uncle karena sudah membiarkan saya tidak bisa memasak hampir dua minggu. Saya tidak bisa menolak dan saya biarkan dia menelfon Si Uncle dan benar saja 1.5 jam kemudian Si Uncle datang kerumah membawa tabung gas saya yang sudah diperbaiki. Saya memberikan uang untuk membayar komponen yang rusak dan memberikan sedikit uang transport. 

Pagi harinya teman saya yang marah-marah semalam menelfon saya dan meminta saya untuk turun kebawah karena dia meminta salah satu teman cowoknya untuk mengantarkan sarapan ke saya. Saya juga cukup akrab dengan dia. Saya betul-betul merasa tersentuh dengan kepedulian mereka kepada saya. Tidak hanya itu, siang hari nya saya di telfon lagi oleh teman saya dan dia mengatakan dia sudah memesan nasi goreng untuk saya dan sekarang sudah diantar. Padahal sebelumnya saya sudah berusaha menolak halus supaya tidak merepotkan dan saya mengatakan saya akan memasak namun dia memaksa dan tidak memperbolehkan saya untuk memasak. Namun karena sudah terlanjur dipesan dan nasi goreng sudah on the way kerumah ya mau bagaimana lagi😅 

Saya bersyukur walaupun saya adalah satu-satunya mahasiswa asing dikelas namun banyak sekali teman-teman lokal disini yang sangat peduli dengan saya. terutama saat saya sakit. Teman saya bahkan akan memarahi saya jika saya tidak meminta bantuan kepada dia atau justru meminta bantuan ke orang lokal lain yang sebetulnya tidak begitu akrab dengan saya. 

Banyak diluar sana wacana tentang betapa 'ngeri' nya India, saya tidak menyalahkan opini yang beredar di masyarakat kita tentang kondisi sosial disini, namun jika kita persempit lagi sudut pandang kita maka sesungguhnya masyarakat disini bisa dibilang cukup ramah dan sangatlah helpful :) 


BEASISWA ICCR 2018-2019 DIBUKA !

January 18, 2018 11 Comments
======================================================

BEASISWA ICCR S1-S3 TAHUN 2019-2020 SUDA DIBUKA. DEADLINE: 28 FEBRUARI 2019. BACA PERSYARATANNYA DISINI 

 
======================================================
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggupun datang juga. Pendaftaran beasiswa ICCR 2018/2019 untuk mahasiswa Indonesia sudah dibuka hingga 28 Februari 2018. Cukup banyak pesan yang masuk ke email, IG, dan Facebook saya perihal berita pembukaan beasiswa ini. Saya sempat berfikir bahwa ICCR tidak akan membuka kesempatan beasiswa untuk Indonesia tahun ini lantaran ICCR untuk mahasiswa Thailand, Bangladesh, dan Kanada sudah dibuka sejak dua tiga minggu yang lalu.

Tahun-tahun sebelumnya ICCR selalu membuka kesempata beasiswa pada pertengahan Desember. Jadi menurut saya bulan Januari ini agak cukup terlambat. Namun hal itu saya pahami ketika teknis pendaftaran ICCR mulai tahun ini sudah agak bebeda. Tahun ini semua pendaftar wajib melakukan registrasi online pada website http://a2ascholarships.iccr.gov.in/home/scheme


Diatas adalah tampilan beranda website untuk registrasi ICCR. Bisa dibaca bagian tab Instruction dan Guideline untuk informasi lebih lanjut. Dokumen yang dibutuhkan kurang lebih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Jadi saya rasa hanya bagian teknis pendaftarannya saja yang berbeda dan menurut saya ini jauh lebih memudahkan. 

Jika masih ada pertanyaan teman-teman bisa mengirimkan email ke s.fathurrohmah@gmail.com atau Instagram @rahma.fs [Rahma S].


Tabik dari Hyderabad,


Rahma S